TIMES NGANJUK, NGANJUK – Konflik Israel-Palestina dilatar belakangi oleh keinginan kelompok minoritas Yahudi Eropa untuk mendirikan Jewish Homeland di wilayah Palestina. Keinginan tersebut lahir ketika Palestina berpindah kepada kekuasaan Inggris yang sebelumnya berada dibawah kekuasaan Turki Utsmani pada tahun 1917. Perpindahan kekuasaan ini diiringi juga dengan lahirnya Deklarasi Balfour pada tanggal 2 November 1917.
Setelah terjadinya kesepakatan antara Inggris dan bangsa Yahudi, bangsa Yahudi mulai beralih ke wilayah Palestina dengan peningkatan yang signifikan setiap tahunnya sehingga bangsa Arab Palestina yang menempati wilayah Palestina mengeluarkan berbagai penolakan, kecaman hingga pemberontakan baik kepada bangsa Yahudi maupun pemerintah Inggris.
Namun perjuangan bangsa Arab Palestina dapat dikatakan nihil karena bangsa Yahudi tetap datang, beraktifitas hingga mendirikan pemukiman di wilayah Palestina.
Berbagai upaya dan perlawanan yang dilakukan oleh Palestina terhadap kaum Yahudi Zionis belum membuahkan hasil yang sesuai dengan harapan rakyat Palestina yang menginginkan kemerdekaan di atas tanah Palestina.
Kaum Yahudi Zionis yang di dukung oleh pemerintahan Inggris tiap tahunnya berhasil menguasai tanah Palestina. Hal tersebutlah yang akhirnya memimbulkan konflik perebutan tanah kekuasaan antara Palestina dan Israel.
Konflik antara Palestina dan Israel ini berlangsung cukup lama bahkan sampai sekarang belum ada titik terang dari perebutan wilayah Palestina tersebut.
Konflik antara Palestina dan Israel ini telah memakan banyak korban jiwa dalam setiap gencatan senjata yang terjadi diantara kedua belah pihak tersebut. Apalagi dengan berdirinya negara Israel di tanah Palestina 1948 yang di didukung oleh Amerika Serikat tentu saja sangat membuat Arab Palestina kecewa akan hal tersebut.
Salah satu gagasan yang paling sering digaungkan komunitas internasional untuk menghentikan konfilik tersebut, adalah konsep Two State Solution: sebuah solusi yang membayangkan berdirinya dua negara berdaulat Israel dan Palestina hidup berdampingan secara damai dengan perbatasan yang jelas dan diakui bersama. Namun, di tengah dinamika politik, okupasi wilayah, serta kepentingan global yang melingkupi, gagasan ini kerap dipandang tidak lebih dari sekadar utopia.
Akar Ide Two State Solution
Two-State Solution adalah sebuah pendekatan yang diusulkan untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina dengan mendirikan dua negara berdampingan berbasis wilayah bekas Mandat Palestina.
Dalam skenario ini, Israel akan menjadi negara untuk rakyat Yahudi, sedangkan Palestina akan menjadi negara untuk rakyat Palestina yang terdiri dari wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Prinsip "dua negara untuk dua bangsa" ini telah menjadi kerangka kerja utama yang didukung banyak negara dan organisasi internasional untuk mencapai perdamaian di wilayah tersebut.
Latar belakang lahirnya solusi dua negara ini adalah ketika diusulkan dalam Perjanjian Oslo yang lahir dari serangkaian peristiwa bersejarah. Usai Kekaisaran Ottoman jatuh, orang-orang Yahudi dan Arab sama-sama mengklaim hak untuk menentukan nasibnya sendiri di tempat bersejarah, Palestina.
Konsep solusi dua negara pertama kali muncul dalam berbagai proposal termasuk laporan Komisi Peel tahun 1937 dan rencana pembagian PBB tahun 1947 yang mengusulkan pembentukan negara Yahudi dan negara Arab di Palestina.
Setelah perang 1948, wilayah yang diusulkan untuk negara Arab diambil alih oleh Israel dan negara-negara tetangga seperti Yordania dan Mesir menguasai Tepi Barat serta Gaza, masing-masing. Sejak Perang Enam Hari 1967, Israel menguasai wilayah Tepi Barat dan Gaza yang kini dikenal sebagai wilayah Palestina yang diduduki.
Gagasan Two State Solution kembali populer pasca-Perjanjian Oslo (1993) yang menandai kesepakatan awal antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Harapannya, Palestina memperoleh kedaulatan di wilayah Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur, sementara Israel tetap diakui sebagai negara sah di perbatasan 1967.
Solusi Utopis Konflik Israel dan Palestina
Sejarawan Israel Ilan Pappé dalam bukunya “Ten Myths About Israel” berpendapat bahwa “Two states solution seperti mayat yang sesekali dikeluarkan dari kamar mayat, didandani dengan baik, dan ditampilkan layaknya makhluk hidup”.
Asumsi pappe tersebut didasari dari pandangan historis dan kebijakan solusi dua negera itu sendiri. Dalam pandangannya two states solution adalah penemuan Israel yang dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri.
Solusi ini menjawab pertanyaan mereka tentang bagaimana menjaga Tepi Barat tetap dibawah kendali Israel tanpa menjadikan penduduk yang tinggal disana sebagai warga negara. oleh karena itu, diusulkan agar sebagian wilayah Tepi Barat menjadi otonom, sebuah negara semu.
Sebagai gantinya, orang-orang Palestina harus melepaskan semua harapan mereka untuk kembali, untuk mendapatkan hak yang setara dan adil, untuk nasib Yerussalem, dan untuk menjalani kehidupan normal sebagai manusia di tanah air mereka.
solusi dua negara didasarkan pada gagasan bahwa negara Yahudi adalah solusi terbaik untuk masalah Yahudi; yaitu, orang Yahudi harus tinggal di Palestina dan bukan ditempat lain.
Situasi seperti ini akan membuat wacana two states solution menjadi tidak relevan dan usang. Karena sejatinya two state solution adalah ambisi Israel untuk menguasai tanah Palestina melalui kebijakan-kebijakan yang lebih halus.
Two State Solution merupakan narasi yang idealis, tetapi sulit diwujudkan dalam realitas politik kontemporer. Ia lebih menyerupai utopia yang terus dipelihara komunitas internasional demi menjaga harapan perdamaian, tanpa strategi konkret yang efektif. Selama ketimpangan kekuasaan dan pendudukan terus berlangsung, gagasan ini hanya akan menjadi jargon diplomatik, bukan solusi nyata.
***
*) Oleh : Muhammad Alwi Hasan, S.hum., Pengurus Lakpesdam PCNU Nganjuk.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |